Rabu, 16 Maret 2016

SmartPhone, Membuat Generasi Nunduk ?

Smartphone adalah telepon genggam yang mempunyai kemampuan dengan pengunaan dan fungsi yang menyerupai komputer. Belum ada standar pabrik yang menentukan arti smartphone. Bagi beberapa orang, smartphone merupakan telepon yang bekerja menggunakan seluruh perangkat lunak sistem operasi yang menyediakan hubungan standar dan mendasar bagi pengembang aplikasi. Bagi yang lainnya, smartphone hanyalah merupakan sebuah telepon yang menyajikan fitur canggih seperti surel (surat elektronik), internet dan kemampuan membaca buku elektronik (e-book) atau terdapat papan ketik (baik sebagaimana jadi maupun dihubung keluar) dan penyambung VGA. Dengan kata lain, smartphone merupakan komputer kecil yang mempunyai kemampuan sebuah telepon.

Kepemilikan telepon genggam di Indonesia tahun 2014 mencapai 281 juta unit. Jumlah ini fantastis karena kepemilikan telepon genggam melebihi jumlah penduduk di Indonesia. Saat itu, penduduk Indonesia berjumlah 251 juta orang. Dan dapat dipastikan lebih dari 10 persen orang Indonesia memiliki telepon genggam lebih dari satu. Setidaknya ada dua alasan orang memiliki telepon genggam. Pertama, benar-benar kebutuhan untuk berkomunikasi. Sedangkan alasan kedua adalah gaya hidup. Alasan pertama terkait dengan kebutuhan rasional untuk berkomunikasi melalui pesan singkat atau telepon. Sementara alasan kedua sudah memasukkan unsur emosional. Alasan orang memiliki telepon genggam, bahkan lebih dari satu, bukan hanya untuk berkomunikasi, melainkan juga meningkatkan eksistensi diri lewat media sosial dan meningkatkan status sosial.

Smartphone sudah pasti menjadi pilihan sebagai pelengkap untuk menjelajahi dunia maya. Smartphone merupakan alat fungsi praktis spesifik yang berbau teknologi. Simple, ringan, berukuran mini, praktis dan itu yang membius orang-orang harus memilikinya. Smartphone yang dikoneksikan internet mengajak setiap orang dengan cepat menjelajahi dunia, kapanpun dan dimanapun. Online sudah menjadi kebiasaan rutin bahkan sudah menjadi kebutuhan hidup individu setiap hari. Ingin mencari informasi, bahkan referensi, orang orang dengan gampang saja menggunakan smartphone pribadi. Lebih memudahkan dan lebih mengefisienkan waktu. Indonesia sebagai negara konsumsi terlebih pada teknologi terlihat sangat mengagungkan smartphone sebagai teman yang menguntungkan untuk berinteraksi di dunia maya. Sudah pasti situs-situs tertentu menjadi pilihan utama untuk disinggahi sebagai kegiatan rutin per hari. Seperti media sosial contohnya, facebook, instagram, youtube, twitter dan lain lain. Memang sangat memudahkan dalam mengakses informasi sebagai upaya memantau berita. Lain halnya bila mencari informasi dan referensi. Lihat saja di kalangan pelajar ataupun mahasiswa, dengan semakin mudahnya akses ke internet dapat dengan cepat mencari defenisi sesuai kebutuhan dari banyak sumber sumber yang disediakan oleh mesin pencari otomatis (googling), sehingga sesuatu dapat dengan mudah didapatkan hanya dengan mencari referensi lewat smartphone.
Kebutuhan berkomunikasi di era digital seperti sekarang ini sangat tinggi. Sekarang ini banyak sekali kita lihat disekitar, kita dapat dengan mudah menemukan orang orang sibuk dengan smartphonenya masing masing. Mereka seperti dirantai oleh smartphone mereka sendiri, mereka yang selalu memandang ke arah smartphone dan asyik sendiri memainkan smartphone mereka. Hal ini merupakan suatu fenomena yang terjadi di sekitar kita. 

Apakah anda tahu rata rataan penggunaan smartphone ?
Studi terhadap 2.000 pengguna smartphone mengungkapkan, rata-rata dari mereka mulai menggunakan ponselnya sejak pukul 07:31 pagi. Aktivitas yang dilakukan kebanyakan memeriksa email dan Facebook. Sementara di malam harinya, kebanyakan memeriksa ramalan cuaca, membaca berita dan mengirim pesan teks sebelum tidur.Smartphone juga banyak dimanfaatkan untuk melakukan mobile banking serta mengecek jadwal kereta api dan rata-rata dilakukan pada siang hari. Banyak pula yang menggunakannya untuk update akun Instagram.
Jika diakumulasi, dalam satu minggu rata-rata orang bisa menggunakan smartphone-nya lebih dari 1.500 kali (214 kali sehari) untuk melakukan berbagai aktivitas di dunia maya. Mulai dari membaca email, pesan teks, chat online, bermain game sampai posting di sosial media. Studi yang dilakukan oleh agensi pemasaran Tecmark itu juga mengungkapkan, dalam sehari, rata-rata orang menggunakan ponsel mereka selama 3 jam 16 menit.
Pengaruh smartphone di kehidupan orang tidak sampai di situ. Seperti dikutip dari Daily Mail, empat dari 10 pengguna mengaku merasa kehilangan tanpa memegang gadget mereka. Ponsel juga membuat orang bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu. Empat dari 10 orang mengatakan, dalam suatu waktu, mereka mengecek email atau Facebook secara otomatis tanpa memikirkan dulu, apa yang ingin dia cari atau lihat.
Penelitian sebelumnya juga mengungkapkan bahwa smartphone memang sudah menjadi bagian penting dalam gaya hidup seseorang. Survei yang diprakarsai Kleiner Perkins Caufield & Byer's dalam laporan tahunannya Internet Trends menunjukkan, orang mengecek smartphone mereka hingga 150 kali sehari. Seperti dikutip dari ABC News, rata-rata orang mengirim pesan teks sebanyak 23 kali sehari, 22 kali menelepon dan 18 kali untuk memanfaatkan waktu luang.

Dari fakta diatas, Penulis melihat, ada kecanduan terhadap smartphone sehingga mereka seperti tidak bisa lepas dari smartphone mereka itu. Apakah hal tersebut membuat dampak buruk terhadap perilaku mereka ? Penulis berpendapat, banyak sekali dampak yang mempengaruhi pola perilaku mereka sehingga berdampak buruk terhadap kehidupannya akibat kecanduan smartphone. Salah satunya adalah antisosial dan penyendiri. Seseorang menjadi acuh dan tidak peduli terhadap apa yang terjadi disekitarnya, bahkan terbilang cuek atau masa bodo. Dampak yang diakibatkan ini merupakan perubahan pola perilaku mereka karena seringnya bermain dengan smartphone. Terlalu sering bermain smartphone membuat seseorang jadi terlalu asyik dengan kehidupan di dunia maya sehingga tanpa disadari mundur dari kehidupan sosial yang sesungguhnya. Mereka terlalu pasif dalam menanggapi sesuatu disekitar mereka. Mulai Acuh apa yang terjadi didekat mereka, dan semakin jauh dari kehidupan sosial 

Lalu apa yang dimaksud Generasi Nunduk ?
Generasi nunduk adalah sebutan untuk orang orang yang terlalu addicted atau kecanduan terhadap smartphone. mereka selalu menunduk saat memainkan smartphone nya entah saat berkumpul dengan teman, sedang berjalan, bahkan sedang bekerja atau belajar. Ini merupakan salah satu hal yang sekarang ini kita dapat temui karena banyaknya orang yang sibuk dengan smartphonenya, entah itu untuk media sosial, browsing sesuatu atau hanya sekedar bermain game. Smartphone adalah ponsel canggih yang harusnya digunakan untuk menunjang produktivitas serta kreativitas, jangan hanya digunakan untuk sekedar bermain main media sosial atau game tetapi dimanfaatkan ke hal hal yang lebih berguna. Teknologi semakin canggih setiap waktu, dan kita para pengguna tidak boleh diperbudak oleh teknologi itu sendiri. Generasi nunduk sudah mulai terlihat dikalangan remaja indonesia, sudah banyak yang menjadi generasi nunduk di negara ini. Seseorang yang seperti ini yang selalu terikat dengan media sosial, apa yang sedang terjadi atau apa yang akan dilakukan, mereka akan upload ke media sosial. Hal tersebut merupakan salah satu ciri kecanduan smartphone, bahkan jika satu hari mereka tanpa smartphone saja seperti ada sesuatu yang kehilangan didalam dirinya (lihat fakta diatas). 

Ciri-ciri seseorang kecanduan gadget antara lain: bermain gadget melebihi 6 jam sehari, marah besar (ngamuk) bila HP nya dipinjam atau diminta orangtua, enggan bersosialisasi, kegiatan rutin terganggu (misal malas makan dan mandi), lalai mengerjakan tugas sekolah atau kuliah, pola tidur terganggu (sering tidur larut malam, sehingga bangun kesiangan). Tentu banyak implikasi lain dari kecanduan tersebut, dan bisa berakibat fatal, misal terlambat masuk kerja, orang menjadi tidak produktif atau buang-buang waktu, komunikasi buruk dengan orang tua atau keluarga, jadwal ibadah (sholat) terganggu dan gangguan kesehatan (mata, kepala bungkuk). 
Mereka yang kecanduan gadget umumnya karena terjerat dan terikat dalam komunikasi media sosial (medsos), seperti Facebook, Twitter, Path, atau Instagram. Pertemanan maya itu membuat ikatan sedemikian kuat melebihi teman dunia nyata. Mereka menganggap teman medsos adalah segala-galanya. Yang bukan teman medsos dianggap “orang lain”. Medsos benar-benar menjerat dan membius, seperti perilaku berikut : 1). bangun tidur atau mau tidur langsung update status, 2). mengakses medsos setiap ada waktu senggang, atau saat pekerjaan menumpuk, 3). mengakses medsos untuk curhat, seperti marah, galau, dan jatuh cinta, 4). lebih penting menulis status saat merasa sakit di bandingkan pergi ke dokter, 5). mencari cari sinyal wifi bahkan ketika berada di acara- acara formal.

Keasyikan remaja dengan smartphone ini menjadikan dirinya antisosial tanpa disadari oleh mereka. Baginya, pertemanan, kebersamaan, dan komunitas hanya ada di dunia maya. Bukan di dunia nyata. Karena di dunia maya dia bisa terhubung dengan teman tanpa dibatasi waktu dan tempat. Bisa punya banyak friend list dan follower. Padahal sejatinya, dunia maya itu semu. Dari sekian banyak friend list dan follower, yang kenal kita juga sebaliknya mungkin cuma sedikit saja. Saat kita curhat di media sosial, kita tidak tahu apa ada yang peduli. Karena teman mereka yang lain juga pada curhat termasuk dirinya. Timeline penuh dengan status galau dan cengeng. Bahkan di dunia maya setiap orang bebas berbohong ria tentang kehidupan dan aktivitasnya. Nama akun, avatar, status, dan foto yang di upload tak menjamin originalitasnya atau keasliannya. Kita berbagi suka cuman dapat like dan jempolnya. Bukan ekpresi dari hati layaknya teman sejati. 

Generasi nunduk makin menjamur di lingkungan sekitar. Sendirian di tengah keramaian. Waktu senggang dihabiskan untuk chatting online atau update status di media sosial. Sebagai contoh, suasana angkutan umum yang penuh sesak serasa sepi seperti kuburan. Hening karena masing masing sibuk dengan smartphonenya. tidak peduli dengan apa yang ada disampingnya. jika tidak tahu jalan atau tersesat, mereka lebih memilih tanya ke Google Maps, cari info di waze, atau update status di facebook atau twitter meskipun di sekitarnya banyak orang yang bisa ditanya. Tetapi tetap acuh (cuek) saja seperti hidup sendiri. Tanpa disadari, generasi nunduk ini kehilangan kemampuan hidup bersama dan juga mungkin alergi dengan kegiatan silaturahmi. Cari tahu kabar temannya yang menghilang atau sudah lama loss contact, cukup mention di media social. Tidak perlu menelpon, kirim sms saja mikir panjang takut kalau pulsanya habis. Apalagi berkunjung ke rumahnya. Pikirnya, nanti dia juga bakal balas mention. Cukuplah smartphone sebagai alat komunikasi. Bukan malah menghambat kita untuk bersilaturahmi. Jadikan smartphone sebagai mediator kita berinteraksi dengan dunia maya. Tapi jangan sampai membunuh produktivitas kita di dunia nyata. Smartphone emang bisa mendukung kegiatan. Tapi berintraksi langsung dengan orang, jauh lebih baik dan berkah. Biar kita tahu reaksi bahasa tubuh, mimik wajah atau emosi lawan bicara yang mengajarkan kita cara hidup bersama dengan sesama manusia. Bukan dengan mesin yang ditunjukkan icon smiley atau emoticon. 

Bagaimana solusi mengurangi kecanduan smartphone ?
Solusi mengurangi kecanduan smartphone adalah dengan : 1). Bersosialisasilah secara langsung kepada keluarga, teman, sahabat atau kerabat. Berbicara dan bercerita tanpa harus dekat ataupun memegang smartphone adalah suatu yang menyenangkan. 2). Membatasi waktu mengakses smartphone, yaa dengan membatasi waktu penggunaan smartphone kita lebih mudah fokus melakukan hal hal yang belum terselesaikan, misalnya menyelesaikan tugas kuliah. 3). Mencari kesibukan yang positif, Mulai lah tidak bergantung kepada smartphone anda, pergi keluar dan jalani kesenangan (hobi) yang positif tanpa harus berhubungan dengan smartphone.

Sejatinya smartphone dapat mendekatkan yang jauh, tetapi juga bisa menjauhkan yang dekat. 

Referensi

Minggu, 13 Maret 2016

PSSI Dibekukan

Sepakbola adalah olahraga yang paling digemari di dunia, tak terkecuali Indonesia. Bahkan sepakbola adalah olahraga terpopuler di dunia. Olahraga yang satu ini memiliki peminat nyaris sebagian besar penduduk yang ada di bumi. Dilihat dari banyaknya atlet, fans fanatik hingga orang yang sekedar gemar menonton pertandingannya saja. Dan bahkan kini tidak hanya identik dengan pria saja, Penggemar sepak bola berasal dari berbagai kalangan entah itu tua, muda, anak kecil, orang dewasa, lelaki, perempuan, kaya dan miskin semuanya suka dan antusias jika berbicara sepakbola. Demam sepakbola ini akan semakin menggila ketika Piala Dunia digelar setiap 4 tahun sekali. Seolah seluruh dunia ikut berpesta merayakan digelarnya turnamen terakbar pada cabang olahraga tersebut. 

Berbicara tentang sepakbola, penulis akan sedikit membahas bagaimana perkembangan sepakbola yang ada di Indonesia.
Persepakbolaan Indonesia belum mengalami perkembangan sampai pada saat ini, atau bisa dibilang jalan ditempat. Sekarang ini, federasi tertinggi pada cabang olahraga sepakbola Indonesia, yaitu PSSI telah dibekukan. Pembekuan dilakukan Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui suratnya bernomor 0137 tahun 2015 dan ditandatangani Menteri Imam Nahrawi tertanggal 17 April 2015. Pembekuan ini berawal dari rencana PSSI menggelar kompetisi ISL 2015 pada pertengahan Februari 2015. Namun, Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI) merekomendasikan agar PSSI menunda kick off ISL. Karena ada sejumlah klub yang tidak memenuhi syarat administrasi. Akhirnya PSSI sepakat untuk menunda kick off ISL. Dan diputuskan liga sepak bola terbesar di Indonesia itu akan digelar pada 4 April 2015. Namun, kisruh tak selesai sampai di situ. BOPI masih akan tetap merestui liga berjalan, asalkan Arema dan Persebaya tak diikutsertakan. Namun, PSSI tidak setuju. Mereka tetap menggelar kompetisi pada 4 April dengan mengikutsertakan Arema dan Persebaya. BOPI pun kemudian melayangkan surat teguran dan meminta agar liga dihentikan. Kisruh ini pun sempat membuat Liga Indonesia (QNB League) dihentikan sementara. Liga akan dimulai lagi setelah Kongres PSSI digelar. Namun, sebelum PSSI selesai menggelar kongres, Menpora mengeluarkan surat keputusan yaitu Dibekukannya PSSI, sedangkan kongres PSSI pun menelurkan hasil memilih La Nyalla Mattaliti sebagai ketua umum. 



Menpora Imam Nahrawi menyatakan akan segera mengumumkan Tim Transisi PSSI. Tepat pada tanggal 8 Mei 2015, Tim transisi terbentuk dengan beranggotakan 17 orang dari berbagai kalangan. Tujuan Menpora membentuk tim transisi ialah agar kompetisi Liga Indonesia tetap bergulir. Dengan harapan, tim transisi bisa bekerja lebih baik dari PSSI. tetapi hal tersebut tidak berjalan dengan baik.

Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) akhirnya menjatuhkan sanksi kepada Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) tertanggal 30 Mei 2015. FIFA menilai pemerintah Indonesia melakukan pelanggaran dan hukuman baru akan dicabut apabila intervensi tidak lagi dilakukan. Ini berarti persepakbolaan Indonesia tidak dapat digelar secara resmi dan sanksi pun dijatuhkan kepada Timnas Indonesia, dimana sanksi berupa larangan bertanding bagi klub atau Timnas Indonesia di bawah kalender AFC dan FIFA jelas berimbas langsung pada pemain. Timnas dilarang mengikuti turnamen yang harusnya dapat diikuti oleh Timnas Indonesia. Tidak disebutkan berapa lama hukuman itu diberlakukan, namun dinyatakan sampai bisa memenuhi persyaratan yang diajukan FIFA. FIFA baru akan mencabut sanksi apabila federasi kembali dikendalikan oleh pengurus tanpa campur tangan pihak ketiga, termasuk pemerintah.



Pembekuan PSSI oleh FIFA dikhawatirkan mempengaruhi hajat hidup banyak pemain yang menggantungkan nasibnya dari sepak bola. Sudah hampir satu tahun, sanksi ini masih tetap tegak berdiri menusuk persepakbolaan Indonesia. Sekarang hanya ada turnamen turnamen yang bersifat sementara guna mengisi kekosongan akan kompetisi yang ada di Indonesia. Masyarakat hanya ingin menonton dan mendukung tim kesayangannya bertanding. Mungkin turnamen tersebut dapat mengobati sedikit rasa rindu akan adanya pertandingan sepakbola di Indonesia. 


Pembekuan PSSI ini mungkin adalah momentum guna membuat sepakbola Indonesia lebih hebat lagi. Masyarakat sangat ingin sepakbola Indonesia lebih baik lagi, mungkin dengan adanya pembekuan ini terjadi revolusi akan persepakbolaan Indonesia serta federasinya. Indonesia bukanlah satu satunya negara yang pernah dibanned FIFA, beberapa negara lainnya juga pernah di banned FIFA bahkan mengalami perkembangan yang pesat. Semoga dengan adanya pembekuan ini, PSSI dan sepakbola Indonesia menjadi professional dalam menjalankan tugasnya, tidak ada lagi gaji yang menunggak, tidak ada lagi permasalahan kepemilikan klub, dan tidak ada lagi masalah yang menyangkut perangkat pertandingan, seperti wasit harus professional (berlisensi FIFA) serta tidak ada lagi match fixing atau pengaturan skor dalam pertandingan.

Pembekuan PSSI ini memang menimbulkan beberapa dampak pada sepakbola Indonesia. Penulis menyimpulkan ada 6 dampak yang terjadi karena matinya persepakbolaan Indonesia yaitu :
  • Ranking Indonesia merosot jauh
Sebagai supporter dan masyarakat Indonesia yang menyukai sepakbola, penulis merasa prihatin akan anjloknya ranking Indonesia dalam peringkat FIFA. Dua bulan sebelum dijatuhkannya sanksi, Indonesia berada di posisi 156. Dan sekarang, tepat pada saat penulis membuat bahasan ini, peringkat Indonesia merosot jauh di angka 178. Sungguh prihatin jika melihat peringkat FIFA pada saat ini.

  • Pelatih, pemain dan klub tidak memiliki pemasukan (pendapatan)
Dampak ini adalah dampak langsung yang terjadi pada orang orang yang terlibat didalamnya. Pelatih, pemain bahkan klub tidak memiliki pendapatan guna mencukupi kebutuhannya. pelatih dan pemain tidak mendapat gaji yang semestinya (tetap) sedangkan klub tidak ada pemasukan dari sponsor karena sponsor mulai berpikir untuk cabut.

  • Sponsor mulai mengundurkan diri
Dengan tidak adanya kompetisi, nama nama sponsor yang melekat di setiap kostum klub sedikit demi sedikit mulai cabut. Ancaman kerugian semakin nyata membayangi, terlebih pendapatan dari kerjasama pihak sponsor juga terancam batal.

  • klub mengalami kerugian besar
Klub mengalami kerugian besar karena tidak adanya pendapatan yang nyata akibat tidak adanya kompetisi. Bukan hanya pendapatan, tetapi klub tidak dapat mengikuti kompetisi besar seperti AFC Champions League. Imbasnya, jatah klub Indonesia diambil oleh negara lain dan klub tidak bisa mewakili Indonesia dipentas AFC Champions League.

  • Adu kekuatan antar PSSI melawan pemerintah
Dampak ini sangat terlihat, konflik yang terjadi antara PSSI dan pemerintah sudah melebihi batas, mereka saling melontarkan argumen, teguh terhadap pendirian masing masing. Sampai sampai PSSI menggugat Kemenpora ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) terkait surat keputusan Menpora tentang pembekuan PSSI. Dan sampai sekarang, konflik diantara mereka belum dapat terselesaikan.

  • Semakin banyak masyarakat yang menuntut digelarnya kompetisi sepakbola
Penulis merupakan salah satu orang dari sekian banyak masyarakat yang ingin melihat sepakbola Indonesia kembali digelar. Masyarakat sangat menyukai sepakbola, baginya sepakbola merupakan hiburan yang tiada duanya. bersorak sorai mendukung tim berlaga merupakan kesenangan tersendiri. Kami masyarakat Indonesia rindu hal tersebut.

Penulis banyak mendengar komentar dan tanggapan dari teman sekitar akan konflik yang terjadi pada sepakbola Indonesia, disatu sisi mereka mendukung pemerintah dalam membekukan PSSI tetapi disisi lain mendukung PSSI yang menyalahkan pemerintah karena diberhentikannya liga. Sementara PSSI berpendapat bahwa PSSI itu adalah bawahan FIFA bukan pemerintah jadi pemerintah tidak berhak membekukan PSSI. Banyak sekali komentar yang ditemui di sekitar kita tentang pembekuan PSSI ini. Netizen atau pengguna internet, khususnya jejaring sosial, ramai menyuarakan aspirasinya soal pembekuan PSSI oleh Menteri Pemuda dan Olah Raga. Hasilnya, PSSI jadi trending topic di Twitter meski baru beberapa jam diumumkan induk sepak bola Indonesia itu resmi dibekukan. Beragam komentar lebih banyak terlihat mendukung keputusan pemerintah membekukan organisasi tersebut, tetapi tidak sedikit juga yang mengecam tindakan pemerintah yang membekukan PSSI tanpa melihat akibatnya pada persepakbolaan Indonesia.


Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) RI, Imam Nahrawi, akhirnya membeberkan syarat apa saja yang mesti dipenuhi agar pencabutan pembekuan PSSI bisa dilakukan.

Berikut sembilan syarat Kemenpora untuk pencabutan pembekuan PSSI:

  1. Menjamin eksistensi atau kehadiran pemerintah dalam tata kelola persepakbolaan nasional yang dilakukan oleh PSSI melalui pengawasan dan pengendalian yang ketat oleh pemerintah. 
  2. Menjamin adanya sistem pelaporan dan pertanggungjawaban PSSI kepada AFC dan FIFA, bahwa keterlibatan pemerintah dalam perbaikan tata kelola sepakbola nasional di PSSI merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dan bukan sebagai bentuk intervensi pemerintah. 
  3. Mengedepankan ketaatan terhadap sistem hukum nasional. 
  4. PSSI berkomitmen secara konsisten terhadap perbaikan tata kelola sepakbola untuk kepentingan peningkatan prestasi olahraga sepakbola nasional. 
  5. Menjamin adanya keterbukaan informasi publik yang akuntabel dalam bentuk pelaporan atau publikasi. 
  6. Menjamin terselenggaranya pola pembinaan yang berkelanjutan dan kompetisi yang profesional, berkualitas, serta transparan.
  7. Menjamin tidak adanya pengaturan skor dan pola kartel dalam pengelolaan persepakbolaan nasional serta pemenuhan jaminan perlindungan bagi pelaku olahraga profesional. 
  8. Menjamin bagi tercapainya prestasi tim nasional sebagai juara satu dalam event : 1) Piala AFF tahun 2016; 2) SEA Games tahun 2017 ; 3) Lolos Kualifikasi Piala Dunia tahun 2018; dan 4) Asian Games XVIII tahun 2018;
  9. Mempercepat diselenggarakannya Kongres Luar Biasa (KLB) sesuai yang diharapkan pemerintah dengan tetap memperhatikan Statuta FIFA paling lambat harus dilaksanakan akhir bulan April 2016.



Sampai sekarang, konflik ini masih berlanjut. Bukan tidak mungkin permasalahan sepakbola Indonesia bisa selesai lebih cepat, kedua pihak (PSSI dan Pemerintah) harus saling terbuka akan permasalahan nyata yang terjadi di pesepakbolaan Indonesia ini. Penulis berpendapat bahwa revolusi harus dilakukan, sepakbola Indonesia selama ini belum memiliki prestasi yang mengagumkan. Banyak dari masyarakat yang setuju bahwa sebenarnya pemain Indonesia memiliki kualitas yang cukup baik untuk bisa bersaing meskipun hanya dilevel ASIA. Tetapi kenyataannya, tidak demikian. Justru di level ASEAN saja Indonesia selalu menjadi kuda hitam bukan menjadi favorit atau unggulan untuk menjadi juara. Perubahan adalah hal yang mutlak untuk kejayaan sepakbola Indonesia, tetapi jangan sampai terlarut lama sanksi ini di tancapkan. Memang harus ada revolusi dan hasil yang nyata akibat sanksi ini. Harus ada perubahan yang terlihat bila nanti sanksi telah dicabut. Pemerintah dan federasi harus sama sama saling mendukung dan memikul peran yang penting untuk membawa nama Indonesia lebih baik lagi. Federasi harus bersikap profesional dalam menjalankan kredibilitasnya, tidak ada lagi permasalahan internal dalam tubuh PSSI. Semua harus bersih dan berjanji untuk memantapkan jalan dalam mencapai tujuan PSSI. Sedangkan pemerintah harus mengikuti dan mengawasi jalannya cabang olahraga sepakbola ini. Masyarakat rindu melihat Timnas bermain, merasakan euforia kemenangan Timnas Indonesia, masyarakat rindu melihat klub kesayangannya bertanding tiap pekan, masyarakat rindu itu semua. Masyarakat selalu mendukung apa yang terbaik untuk persepakbolaan Indonesia, begitulah realita yang penulis lihat disekitar, akan inginnya sepakbola Indonesia kembali normal. Masyarakat dan para pelaku industri sepakbola sudah lelah menunggu kapan konflik ini akan selesai, yang mereka mau adalah jalan kan kompetisi dan buat Indonesia maju dan jadi yang terbaik.


Referensi