Sabtu, 23 April 2016

Golput Dalam Pilkada

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1. Latar Belakang

Dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) sudah tidak asing lagi dengan yang namanya golput. Golongan putih kerap kali mewarnai jalannya pemilihan suara. Banyak dari masyarakat yang tidak mengambil haknya dalam memilih calon yang akan menjadi kepala daerah mereka sendiri. 


Sebagai contohnya, pada pilkada DKI Jakarta tahun 2012. Jumlah presentase masyarakat Jakarta yang memilih golput diketahui sebanyak 37,05 persen. Dengan akan digelarnya pilkada pada 2017 nanti, juga dengan melihat presentase hasil perhitungan pada pilkada DKI Jakarta tahun 2012 lalu. Ternyata masih banyak yang memilih untuk golput, tentunya dengan banyak alasannya. Dengan presentase sebesar itu, akankah akan terulang di pilkada 2017 nanti. Dengan melihat data dan fakta yang lalu, dapat diketahui bahwa masyarakat khususnya DKI Jakarta dalam memilih kepala daerahnya masih belum menggunakan haknya untuk benar benar memilih pemimpin yang akan memimpin daerahnya sendiri.

1.2. Rumusan Masalah

Apa yang menjadi alasan seseorang sehingga memilih untuk golput ?
Bagaimana cara mengurangi sikap golput dalam pemilihan suara ?


1.3. Tujuan

Tulisan ini dibuat sebagai tugas softskill Bahasa Indonesia dan juga untuk mengetahui apakah yang menjadi alasan seseorang golput serta dapat mengetahui bagaimana cara mengurangi sikap golput dalam pemilihan suara.

1.4. Manfaat

Tulisan ini dibuat agar masyarakat mengerti arti penting dari hak suara yang telah diberikan untuk memilih calon kepala daerah ataupun presiden sehingga hak tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya.

BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Pilkada

Pemilihan kepala daerah atau yang biasa disebut Pilkada dilakukan secara langsung oleh penduduk daerah administratif setempat yang memenuhi syarat. Pemilihan kepala daerah dilakukan satu paket bersama dengan wakil kepala daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah yang antara lain Gubernur dan wakil gubernur untuk provinsi, Bupati dan wakil bupati untuk kabupaten, serta Wali kota dan wakil wali kota untuk kota. Pilkada diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Panwaslu Kabupaten/Kota. 


2.2. Pengertian Golput

Golput atau golongan putih adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan hak pilihnya pada saat pemilihan umum (pemilu) secara sadar dengan berbagai faktor dan alasan. golput adalah istilah politik di Indonesia yang berawal dari gerakan protes dari para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan Pemilu 1971 yang merupakan Pemilu pertama di era Orde Baru. Pesertanya 10 partai politik, jauh lebih sedikit daripada Pemilu 1955 yang diikuti 172 partai politik. Tokoh yang terkenal memimpin gerakan ini adalah Arief Budiman. Namun, pencetus istilah “Golput” ini sendiri adalah Imam Waluyo. Dipakai istilah “putih” karena gerakan ini menganjurkan agar mencoblos bagian putih di kertas atau surat suara di luar gambar parpol peserta Pemilu bagi yang datang ke bilik suara. 


2.3. Alasan Seseorang Golput


Alasan kenapa seseorang menjadi golput biasanya berdasarkan kepada hal yang bersifat administratif, teknis, politis dan ideologis, serta tidak percaya kepada calon pemimpinnya dan kurangnya sosialisasi akan pentingnya partisipasi dalam pemilu. Biasanya golput dilakukan dengan tiga cara yaitu pertama tidak datang ke tempat pemungutan suara (TPS), kedua datang ke TPS tetapi memberikan suara kosong ( tidak mencoblos sama sekali) dan yang ketiga datang ke TPS tetapi memberikan suara yang tidak valid (mencoblos lebih dari satu gambar partai/caleg atau bagian putih/diluar kotak). 

Sebagai contoh, pada Pilkada DKI Jakarta tahun 2012, Jumlah presentase masyarakat Jakarta yang memilih golput diketahui sebanyak 37,05 persen. Rakyat memilih untuk golput dibagi atas empat kriteria, yaitu :
  • Golput Administratif, yakni rakyat tidak datang memilih karena sebagian dari mereka tidak mempunyai materi untuk mengurus surat-surat. Kebanyakan dari mereka tidak terdaftar sebagai pemilih. Ada pula sebagian yang terdaftar, namun mereka sudah wafat atau pindah domisili.
  • Golput Teknis, yakni rakyat yang tidak bisa memilih karena sakit, sehingga tidak memungkinkan untuk datang ke TPS. Kemudian 
  • Golput Politis, para pemilih yang memihak pada satu partai, dan yang terakhir 
  • Golput Ideologis, yaitu rakyat yang berbeda pandangannya dengan visi dan misi calon pemimpin.

Qodari mengatakan, dari keempat kriteria tersebut, yang paling banyak adalah Golput Administratif, yakni sekitar 20 persen. Mereka tidak terdaftar sebagai pemilih. Suara golput ini kemungkinan tidak akan mempengaruhi jalannya Pilkada, karena suara-suara dari calon yang kalah dalam putaran pertama akan masuk ke dalam dua calon pada putaran kedua nanti.

Tidak hanya itu, para pemilih juga mempunyai tipe-tipe lain. Ada pemilih yang bertipe 'rasis', atau memilih berdasarkan suku. Kemudian sebagian lagi memilih karena rasional, dan biasanya ini dijumpai pada pemilih dari kelas menengah ke atas. Mereka bisa paham mengenai visi dan misi, dan melihat siapa yang paling berkualitas.


2.4. Mengatasi Golput

Kesadaran akan pentingnya berpartisipasi dalam pemilihan suara sangat penting agar membuat daerah yang kita tinggali lebih baik. Sebenarnya, cara yang paling ampuh dalam mengatasi golput itu sendiri adalah dari kesadaran masing masing individu. Karena apabila kita tidak memilih calon manapun atau golput dalam pemilihan, sebenarnya kurang afdol jika kita menyalahkan kebijakan pemerintahan yang telah dibuat dan merugikan. Kenapa ? Karena sebelumnya kita tidak menuangkan hak suara kita pada pemilu sebelumnya. Aneh saja jika, kita tidak ikut berpartisipasi dalam pemilihan tetapi kita menentang kebijakan yang dibuat oleh pemerintah dan bersifat merugikan. Jika saja kita ikut dalam menuangkan hak suara kita, mungkin pemerintahan yang kita pilih bisa lebih baik dan meskipun ada kerugian, kita bisa menentang kebijakan dari pemerintahannya, karena kita menggunakan hak suara kita sebelumnya. Dengan melihat data diatas yaitu pilkada DKI Jakarta tahun 2012, sekitar 37,05 persen adalah golput. Dengan presentase sedemikian besar, harusnya kita diharuskan sadar akan pentingnya Indonesia sebagai negara demokrasi dengan ikut pemilihan suara. 


BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Sebagai warga negara yang baik. Kita dituntut untuk turut memeriahkan pesta demokrasi yang nantinya akan digelar. Kita harus turut berpartisipasi menggunakan hak kita dalam memilih pemimpin yang akan memimpin daerah tempat kita tinggal selama periode yang cukup lama yaitu 5 tahun. Selama 5 tahun juga, kita diwakilkan oleh orang orang yang telah kita pilih saat pemilihan suara sebelumnya dan alangkah baiknya hindari sikap golput karena satu suara adalah harapan bagi masyarakat dalam membuat perubahan. 

3.2. Saran

Sebaiknya gunakan hak suara untuk perubahan yang lebih baik lagi, dan jangan golput. 


Referensi :